Rabu, 30 Oktober 2013

Sky Burial Oleh Xinran



Judul                 : Sky Burial
Penulis              : Xinran
Penerjemah       : Ken Irawardhana Kartakusuma
Penerbit            : Serambi
ISBN               : 978-979-1275-02-6

Novel ini  bercerita tentang pencarian seorang wanita Cina bernama Shu Wen akan suaminya yang hilang di tibet. Shu Wen bergabung dalam militer China agar lebih mudah dalam melakukan misinya. Akan tetapi garis hidup justru menuntunya pada sebuah perjalanan yang begitu panjang dan lama, menembus padang-padang rumput, gunung-gunung suci dan kebudayaan religius Tibet. Pencarian yang mengharu biru ini mengarah pada sebuah ritual bernama Sky Burial.   

Sky Burial adalah sebuah novel humanis yang romantis melankolis. Atmosfirnya terasa begitu China, semua keadaan tergambar dalam perspektif yang sangat sosialis dan komunis. Visi-visi Mao yang dogmatis terasa begitu pekat muncul disepanjang cerita, Tentara Pembebasan Rakyat yang “membebaskan” rakyat Tibet, perekonomian dan politik yang memajukan, bahkan untuk saya pengorbanan Kejun yang heroik itu pun terasa menjadi seperti kampanye politik. Terlepas itu semua, pengorbanan Shu Wen dalam mencari Suaminya masih bisa dinikmati.

Sabtu, 19 Oktober 2013

blink, Kemampuan Berpikir Tanpa Berpikir oleh Malcolm Gladwell



Judul               : blink, Kemampuan Berpikir Tanpa Berpikir
Penulis             : Malcolm Gladwell
Penerbit           : PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN               : 978-979-22-1472-7

            Jika kita pernah merasakan ada yang salah, ada perasaan mengganjal yang mengganggu tetapi sulit diterangkan saat sekilas melihat suatu objek atau serangkaian peristiwa, atau secara sadar membaca situasi dari raut wajah pasangan kita, bisa jadi sebenarnya kita sedang menggunakan kemampuan bawah sadar kita untuk melakukan sebuah penilaian, sebuah snap judgment atau thin slicing. Dalam buku ini, Malcolm Gladwell mengajak kita mengupas fenomena kemampuan bawah sadar kita untuk berpikir tanpa berpikir dari berbagai sudut dan kerangka peristiwa.
Dari berbagai contoh peristiwa yang disodorkan penulis, bisa dilihat bahwa kemampuan melakukan snap judgment ini bisa dimiliki siapa saja, dan sesunggunya sudah sering kita lakukan, masalahnya seberapa akurat penilaian sesaat yang kita lakukan dan sudah benarkah keputusan yang kita ambil dari snap judgment itu? Jika contohnya adalah penilaian para ahli kurator terhadap kouros (bab pendahuluan) dimana hanya dengan melihat sekilas patung kouros itu lalu mereka bisa merasakan ada sesuatu yang janggal, atau analisa yang dilakukan Gottman pada para pasangan suami istri yang hubungannya bermasalah hanya dengan mendengar sedikit percakapan saja (bab satu), memang penilaian sekilas bisa sangat efektif dan tentunya efisien. Untuk contoh peristiwa lain, penilaian sesaat dapat mengarahkan kita pada tindakan salah yang sama sekali tidak beralasan seperti melakukan Warren Harding error dalam sebuah pemilu dimana kita memilih kandidat bukan dari kompetensinya melainkan hanya dari penilaian fisik, pria bertubuh tinggi dan tampan.  Bahkan penilaian sesaat ini bisa berakibat sangat fatal jika dilakukan dalam kondisi stress tinggi seperti yang terjadi pada para polisi yang sedang berpatroli di wilayah rawan kejadian criminal (bab kesimpulan).
Jika saya tilik lagi, penilaian sesaat yang dilakukan para professional yang telah benar-benar mendalami bidangnyalah yang memberikan hasil yang memuaskan, sedangkan bagi orang awam yang sekedar mengandalkan naluri saja sepertinya justru dapat menggiring kepada tindakan yang berbahaya. Jadi, kemampuan snap judgment dan thin slice ini harus dilatih secara intensif dan berkelanjutan agar benar-benar bekerja sebagaimana mestinya

Minggu, 06 Oktober 2013

Lebaran di Karet, di Karet..., oleh Umar Kayam

Judul           : Lebaran di Karet, di Karet...
Penulis        : Umar Kayam
Penerbit      : Kompas
ISBN         : 979-709-047-7

xxii + 102 hlm.;14cm x 21 cm

Berlama-lama dengan pengantar yang penuh dengan istilah "realisme kultural,""realisme borjuis,""psikologi universal," buat orang awam seperti saya ini kok terasa begitu jelimet dan bikin capek. Yang saya tahu cuman cerita bagus atau cerita jelek (itu karena saya tidak suka, bukan karena memang jelek). Pemikiran dan pendapat sederhana untuk cerita sederhana (atau mungkin nilai terkandung didalamnya kompleks tapi saya hanya bisa menerjemahkannya secara sederhana), itulah saya, seorang sederhana.

Begitu pula dengan buku ini, dimata saya, ceritanya sederhana, tapi terasa dekat. Sangat dekat bahkan saking dekatnya, kadang di beberapa cerpen saya merasa ada di dalamnya. Saya adalah Umar dalam "Sphinx", Sardi dalam "Sardi" adalah rekan saya  di kantor, "Lebaran di Karet, di Karet..." adalah keluh para orang tua kita, atau Mbok Jah dalam "Mbok Jah" adalah sepotong cerita dari tetangga saya di komplek rumah. Tiga belas cerpen tersaji, bukan seperti hidangan ala chef di sebuah fine dinning yang surgawi, namun serupa gudek krecek yang sederhana membumi tapi selalu dirindukan.