Rabu, 09 April 2014

Perang Salib II 1148; Ancaman Di Damaskus oleh David Nicolle, Christa Hook




Judul                : Perang Salib II 1148: Ancaman Di Damaskus
Penulis             : David Nicolle
Illustrator         : Christa Hook
Penerbit           : Kepustakaan Populer Gramedia March 2011
Judul asli         : The Second Crusade 1148: Disaster outside Damascus
ISBN13            : 9789799103161
Edisi bahasa Indonesia
105 Hlm.

Jatuhnya county Edessa di utara suriah ke tangan kerajaan muslim memicu perang salib ke-2, memanaskan tidak hanya wilayah timur tengah tapi juga wilayah eropa barat daya (sekarang Portugal dan Spanyol) hingga daerah-daerah pagan di eropa utara. Pasukan di pihak agresor lebih terkoordinir, professional dan terdanai karena raja Prancis dan Jerman yang turut serta dalam misi ini, namun semua keunggulan itu justru berbanding terbalik dengan hasilnya. Sementara di timur tengah, yang pada peristiwa perang salib 1 kerajaan-kerajaan muslim terpecah belah justru memperlihatkan persekutuan yang kuat. Seljuk rum di utara yang sedemikian rupa menghambat laju raja Konrad menuju timur hingga memaksanya mundur dan bergabung dengan raja Louis. Gabungan antara Damaskus dengan segala elemen militernya bersama bantuan dari Zengi menggagalkan misi pasukan perang salib 2 ini merebut Damaskus.

Selain berbeloknya misi perang yang semula menyelamatkan county Edessa menjadi merebut Damaskus, misi ini tidak seluruhnya murni religius, begitu banya tumpang tindih kepentingan politik dan militer, ada banyak intrik bahkan gossip yang mewarnainya (hal. 79). Tumpang tindih kepentingan inipun tidak hanya terjadi di Negara-negara pengusung perang salib 2, tetapi juga diantara kerajaan-kerajan muslim saat itu, toh walau dalam bingkai jihad dan ikatan persaudaraan muslim, setelah berhasil mengusir pasukan salib, justru Zangi lah yang akhirnya melakukan pengepungan dan berhasil menjatuhkan Damaskus. Satu-satunya pihak yang selalu berada di tengah-tengah dua kutub kekuatan kerajaan-kerajaan kristen-islam dan hanya menjadi korban adalah kaum yahudi, mereka turut dibantai di yerusalem pada perang salib 1 dan kembali menjadi bulan-bulanan kekejaman di jerman dan prancis pada perang salib 2.
.

Kamis, 03 April 2014

Perang Salib I 1096-1099 Penaklukan Tanah Suci, oleh David Nicolle



Judul                     : Perang Salib I 1096-1099,  Penaklukan Tanah Suci
Penulis                : David Nicolle
Illustrator            : Christa Hook
Penerjemah         : Damaring Tyas Wulandari Palar
Penerbit               : Kepustakaan Populer Gramedia
ISBN13                : 978-979-91-0290-4
Vi + 109 hlm.; 17 cm x 24,8 cm, edisi bahasa Indonesia

“Perang Salib I 1096-1099, Penaklukan Tanah Suci “ merupakan buku pertama dari tiga buku tentang Perang Salib dalam Seri Medan Laga milik David Nicolle. Selain mengikuti alur kronologis, buku ini, bab-babnya merupakan elemen-elemen dalam sebuah peperangan yaitu berturut-turut adalah bab “Para Pemimpin yang Berhadapan,” Pihak-Pihak yang Terlibat,” Adu Rencana, dan bab terakhir adalah “Laga”. dilengkapi dengan ilusrasi kejadian dan personal effect para prajurit dan kesatria dari kedua belah pihak pada waktu itu sehingga dapat membantu pembaca memahami situasi yang coba dilukiskan oleh penulis. Adapula ilustrasi pergerakan medan tempur-medan tempur terpenting selama perang salib pertama lengkap dengan tahapan-tahapan peristiwanya.

Kaisar Byzantium Alexios I memainkan  rencana politisnya merebut kembali wilayah yang sempat lepas, dataran Anatolia yang tercaplok Seljuk Rum  setelah perang Manzikert. Dengan mengendarai pasukan yang berasal dari kerajaan-kerajaan di eropa barat  yang sesungguhnya memiliki motivasi religius yaitu mengikuti seruan Paus Urbanus II untuk melancarkan perang salib.

Dari uraian penulis sangat terlihat fanatisme menjadi sebuah motivator yang sangat baik, jauh mengungguli  teknologi maupun taktik  perang, terlebih pasukan-pasukan muslim Seljuk yang sepertinya tidak terkoordinasi, dan pada awal peperangan yang menganggap enteng lawan sebagai tidak lebih dari peziarah-peziarah miskin yang fanatis. Dinasti Fatimid di afrika utara yang sangat kuat pada waktu itu tidaklah membantu karena terbelahnya umat muslim antara kaum syi’i dan suni, walaupun memang pada akhirnya Fatimid terlibat dalam peperangan ini. Sungguh berbeda dengan kondisinya tentara salib yang bersatu-padu menggabungkan kekuatannya dari seluruh penjuru eropa, mulai dari priyayi hingga rakyat jelata. Penghianatan dan persaingan yang memecah-belah dalam kaum suni pun memperparah keadaan.