Minggu, 23 Maret 2014

The Introvert Advantage, Berkembang dan Berhasil di Dunia Ekstrovert oleh Marti Olsen Laney, Psy.D.



Judul                                   : The Introvert Advantage, Berkembang dan Berhasil di Dunia Ekstrovert
Penulis                                : Marti Olsen Laney, Psy.D.
Penerbit                              : PT. Elex Media Komputindo
ISBN13                               : 978-602-02-2274-5
396 pages, edisi bahasa Indonesia

Sangatlah nyaman saat seseorang dapat memahami kita, saat orang tua memahami anak-anak mereka, saat pasangan memahami pasangannya, tapi memahami seseorang bukanlah perkara yang mudah atau sederhana. Bahkan seringkali kitapun belum sepenuhnya mampu memahami diri kita sendiri. Saya mencoba untuk tidak berlebihan dalam mengutarakannya, tapi saya merasa buku ini dapat memahami diri saya lebih, bahkan sampai di sisi-sisi tersembunyi yang bahkan saya sendiri tak mampu mengamatinya. Buku ini telah memberikan pemahaman baru akan cara saya memandang diri saya dan dunia.

Introvert bukanlah kata yang asing, tapi selama ini karakter introvert belum sepenuhnya dapat dipahami dengan benar oleh khalayak, bahkan bagi orang-orang di dunia psikologis sekalipun, masih banyak pandangan negatif dan memojokan yang ditujukan pada kalangan introvert (hal 12), bahkan bagi kalangan introvert sendiri, mereka melihat karakter yang dimilikinya sebagai sebuah kekurangan. Buku ini mengurai secara santai apa itu ekstrovert-introvert, melihatnya secara jernih, tanpa memihak, bahwa keduanya bukanlah sesuatu yang perlu dipertentangkan, hanya dua kutub yang berbeda dalam karakter manusia, tidak ada yang lebih baik atau buruk, hanya perlu penyelarasan agar keduanya bisa saling mengisi dan berharmonisasi.

Di dunia yang begitu memuja ekstrovert ini, dimana ekstrovert adalah majoritas dan mendominasi, sangatlah perlu bagi mereka yang memiliki karakter introvert menyadari kekuatan dan kelemahannya, agar mereka bisa bertahan, tanpa tersingkir dalam persaingan professional, pergaulan sosial, atau setidaknya mereka bisa berkata “Tidak ada yang salah dengan saya, saya hanya seorang introvert.”

Dulu saya tidak mengerti mengapa saya harus sangat-sangat memaksakan diri untuk ikut berkumpul dengan kerabat saat lebaran dan merasa begitu terkuras setelahnya, mengapa saya begitu tertutup dan pendiam tapi dilain waktu saat bersama orang-orang yang tepat saya bisa sangat cerewet dan terbuka. Saya ingat bagaimana orang tua saya menjuluki saya anak ayam karena kesukaan saya mengurung diri di kamar dengan lampu menyala (seperti kandang anak ayam). Dulu saya tidak habis pikir kenapa setelah lelah seminggu bekerja, istri saya masih mengajak saya untuk jalan-jalan di mall atau reunian dengan teman-teman genk kumpul-kumpulnya, sementara saya berpikir jauh lebih berharga jika waktu yang ada dihabiskan dirumah bermain bersama sikecil. Saya teringat saat di sebuah showroom mobil dan si Salesman secara bertubi-tubi memberikan informasi dan saya kewalahan dibuatnya, untuk sesaat saya blank, istri saya yang memperhatikan gelagat saya bertanya “kamu tidak apa-apa?”, sekarang saya tahu kenapa itu terjadi, saya bukannya bodoh, saya introvert dan saya sedang mengalami kelebihan stimulus. Dulu saya juga sangat kesal saat harus berangkat tugas bersama dengan orang-orang tertentu yang selama ini saya anggap tidak tahu privasi, tidak habis-habisnya berbicara, bahkan saat saya membalikan badan dan membaca, atau menggunakan earphone (kamuflase padahal saya tidak sedang mendengarkan musik) atau menggunakan bahasa tubuh lain yang menunjukan saya sedang tidak ingin mengobrol. Sekarang saya lebih bisa memahami keadaan-keadaan tersebut, lebih bisa menerima dan menjalaninya dengan santai.

Buku ini memang sengaja ditujukan bagi pemilik karakter introvert, tapi saya pikir akan sangat membantu jika mereka para ekstrovert juga membacanya. Selain pemahaman akan diri mereka, ada banyak tips dan trik bagi para introvert untuk mensiasati kehidupan sehari-hari, tapi sesungguhnya banyak trik yang secara insting alamiah kita para ekstrovert sudah melakukan dan mengembangkannya, yang terpenting adalah kembali bagaimana kita memahami diri kita sendiri, seperti juga yang dikutip penulis dari Erasmus dalam bab kata pengantarnya, “Ketika seorang manusia dapat menerima dirinya apa adanya, itulah titik tertinggi kebahagiaan yang dapat ia capai.”

Hal. 239
“Jangan pernah tinggalkan garis bakat Anda sendiri. Jadilah apa yang sudah direncanakan alam bagi Anda, dan Anda akan sukses.” –Sydney Smith