Judul : Rijsttafel - Budaya Kuliner di Indonesia Masa Kolonial
1870-1942
Penulis :
Fadly Rahman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama diterbitkan
tahun 2011
ISBN13 : 9789792266719
140 pages, edisi bahasa Indonesian
Melompat dari kejamakan
buku-buku sejarah yang saya baca sebelumnya yang berkutat tentang perang dan
kekuasaan yang berdarah-darah, buku ini memilih untuk melihat sejarah dari
sudut pandang yang berbeda, dari persfektif budaya kuliner yang berkembang di
tanahair pada kisaran pertengahan abad 18 hingga abad 19.
Sesuai dengan tujuan awalnya, dari sebuah penelitian untuk tugas akhir
pendidikan dari si penulis, buku ini memiliki analisa dan riset yang mendalam. Mengulas
secara detil dan komprehensif mengenai salah satu budaya indis yang mungkin
sudah terlupakan, yaitu Rijsttafel,
warisan hasil akulturasi budaya kolonialisme dangan kultur lokal yang saling
melarut. Budaya yang bisa dibilang kontemporer, karena walaupun proses
asimilasi ini dimulai sejak abad 16, mulai eksis di pertengahan abad 18 dan sudah
bertahan selama satu abad juga sangat dicintai orang belanda (hal. 86) pada akhirnya
harus berakhir bersamaan dengan habisnya
era kolonialisme di tanahair.
Proses pencampuran budaya ini tidak bisa dibilang
mudah, kultur dan alam yang saling bertolak belakang antara barat dan timur cukup
menghambat prosesnya, seperti terlihat pada terjemahan yang lakukan oleh E.W.K.
Steinmentz untuk bukunya Onze Rijsttafel
(hal 97), para meneer belanda ini
cukup kesulitan dalam menerjemahkan dan menemukan padanan arti dari berbagai
jenis bahan makanan nusantara, seperti kencur, laos, kunci, mereka hanya mampu
mendeskripsikannya dengan wortelsoort (sejenis
akar) saja.
Tanpa hingar-bingar seperti pada
masa jayanya, sisa-sisa tradisi Rijsttafel
ini, walau dengan sunyi, masih bisa ditemukan dalam budaya kuliner Indonesia
saat ini, menyelusup dalam acara kenduri,
dalam tata cara dan peralatan makan kita, dalam resep-resep dan nama-nama
makanan, yang sangat besar kemungkinan tidak kita ketahui bahwa muasalnya
berasal dari budaya rijsttafel yang
berusia seabad yang lalu, sisa-sisa budaya indis
yang tersisa. Jadi saat kita sangat suka semur jengkol dan merasa bangga akan
kecintaan kita pada budaya kuliner asli bangsa ini, kita mungkn sudah salah
kaprah, karena sepertinya hampir tidak ada lagi orisinalitas yang tersisa pada
zaman ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar