Judul :
Mimpi-mimpi Einstein (Judul asli Einstein’s Dreams)
Penulis :
Alan Lightman
Penerjemah :
Yusi Avianto Pareanom
Penerbit :
KPG (Kepustakaan Populer Gramedia),
cetak pertama juli 1999
ISBN : 979
9203 31 9
154 hlm; 14cm
x 20 cm
Apa jadinya jika
fisikawan, seorang dosen MIT menulis sebuah fiksi? Alan Lightman menuangkan
gagasan Einstein tentang waktu, menerjemahkan dalam bahasa sederhana nan
puitis. Berbagai probabilitas dan konsekuensi “bagaimana jika” untuk setiap teori tentang
hakikat waktu dalam tiga puluh cerita pendek.
Andaikata waktu
adalah suatu lingkaran yang mengitari dirinya sendiri, atau seperti aliran air.
Bagaimana jika waktu adalah dimensi lain setelah ruang, membentuk dunia yang parallel.
Bagaimana jika waktu bergerak lebih lama di ketinggian, di tempat yang semakin
jauh dari inti bumi. Bagaimana jika waktu adalah sesuatu yang mutlak dan
bagaimana jika relativ. Bagaimana jika dunia tanpa waktu, jika waktu tanpa ingatan
dan kenangan, jika waktu tidak mengalir utuh melainkan datang dalam kepingan.
Di 14 Mei 1905 Einstein
“bermimpi” seandainya waktu berkelana dalam lingkaran dengan satu titik pusat,
menjauh dari pusat, dan perlahan waktu akan memunguti kecepatan yang bertambah
besar bila diameternya bertambah besar pula, maka saya berpikir, semakin jauh
dari inti semakin cepat waktu bergulir, semakin mendekat ke inti semakin lambat
dan pada akhirnya, dalam inti, dalam sumber asal waktu, waktu berhenti,
disanalah kebadaian berada. Saya berpikir lagi, kita yang begitu jauh dari inti
bergerak begitu cepat, benarkah begitu? Bagaimana dengan mimpi Einstein yang lain di 29 Mei 1905?
29 Mei 1905
Einstein “bermimpi”, bagaimana bila waktu berlalu lebih lambat bagi orang-orang
yang bergerak cepat, hal ini membuat saya berandai saat membacanya, dari “mimpi”
semacam inilah teori relativitas mulai terbangun. Lightman mengilustrasikan “paradox
kembar” dari Einstein dalam perspektif si kembar yang tinggal di bumi dan
bagaimana dia melihat kehidupan seperti yang dijalani saudara kembarnya yang
bergerak dalam kecepatan cahaya (di sini hanya dilukiskan dalam kecepatan yang
sangat tinggi). Bagaimana waktu kehilangan absolutismenya dan menjadi relativ. Maka
bila kita merubah kerangka acuan, kita yang berada jauh diluar sumber inti
waktu merasa waktu berjalan normal dan yang berada di inti sumber waktulah
bergerak sangat cepat, saking cepatnya hingga waktu melambat hingga kekal,
abadi. Renungan saya berarah pada firman
Allah, sungguh teori relativitas waktu ini berkesesuaian.
"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu
naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut
perhitunganmu." (Al Qur'an, 32:5)
"Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan
dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun." (Al Qur'an, 70:4)
"Allah
bertanya: 'Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?' Mereka menjawab:
'Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada
orang-orang yang menghitung.' Allah berfirman: 'Kamu tidak tinggal (di bumi)
melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui'." (Al Qur'an,
23:122-114)
Bab selanjutnya Lightman berandai, bagaimana
jika di dunia ini waktu berjalan mundur, jika manusia tak terikat waktu. Andai
waktu adalah soal kualitas dan bukan kuantitas. Beranda dalam dunia yang waktu
adalah garis lurus yang berakhir pada masa kini, baik dalam kenyataan maupun pikiran.
Dunia yang di dalamnya waktu adalah sesuatu yang tidak kontinyu, merenggang,
terpisah rangkaiannya bagai pita film. Juga bagaimana bila waktu tidak bersifat
cair, tanpa bisa memberi jalan bagi semua kemungkinan, atau seperti cahaya
diantara dua cermin, memantul ke depan dan kebelakang menghasilkan bayangan.
Uraian Lightman
akan “mimpi-mimpi Einstein ini sungguh memukau saya, sederhana sekaligus pelik,
puitis juga informative. Dia mampu menjelaskan dengan indah bahwa fenomena
fisik adalah relative satu sama lain, mereka tidak independen dan tidak juga
absout. Bahwa waktu hanya eksis saat hadirnya gerakan.
Mimpi-mimpi Einstein
hal. 98
“Orang yang tidak
dapat membayangkan masa depan adalah sosok yang tidak mampu merenungkan akibat
perbuatannya” _Alan Lightman.